Silsilah Syekh Abdul Ghorib
Syekh
Haji Abdul Ghorib, adalah seorang ulama besar mempunyai jiwa kewalian,
tinggi budi pekertinya, besar pengaruhnya, berwibawa dalam
kepemimpinan, luhur ilmunya, dituruti oleh segenap rakyat, cinta thdp
bangsa dan tanah air, cinta agama serta kasih saying terhadap sesama
makhluk Alloh SWT.
A. Perkataan Ghorib
Perkataan Ghorib diambil dari bahasa Arab yg berasal dari kalimat;
- Ghoroba ( ) artinya bertempat tinggal di negeri lain atau di daerah orang lain sebagai
pengembara/pendatang.
- Ghoriibun ( ) artinya orang pendatang, pemilik yang banyak keajaiban-keajaiban.
- Ghooribun ( ) artinya yang tinggi dari tiap-tiap sesuatu, luhur martabatnya, luhur ilmunya dari
orang lain.
B. Pesantren
Syekh
Haji Abdul Ghorib, dilahirkan di daerah Kudus (waktu itu termasuk
daerah Kerajaan Mataram – Jawa Tengah) sekitar tahun 1655 M / 1076 H.
Semenjak kecil beliau suka tolab ilmu (mencari ilmu) seperti ilmu
pengetahuan, ilmu kenegaraan dan ilmu keagamaan (terutama Agama Islam ).
Tiap-tiap pesantren pun didatanginya baik yang berada di Pulau Jawa
maupun yang ada di pulau Sumatera termasuk ke daerah Aceh.
C. Naik Haji.
Setelah
ilmunya banyak beliau bersama beberapa santri lainnya diajak oleh
gurunya ke Tanah Suci Mekkah dengan maksud yang sama yaitu berangkat
untuk menunaikan kewajiban Rukun Islam yg kelima (Ibadah Haji ke
Baitullah).
D. Bermukim Di Mekah.
Syekh Haji Abdul Ghorib
saat di Mekkah sudah kelihatan adanya tanda-tanda/sifat-sifat kewalian,
sehingga oleh gurunya beliau disuruh untuk bermukim dulu di Mekkah
sambil memperdalam ilmu keagamaan yaitu tentang ajaran Agama Islam.
E. Mendirikan Pesantren.
Setelah
beberapa tahun bermukim di Mekkah dan telah memperoleh ilmu tentang
Agama Islam, kemudian beliau pulang ke tanah kelahirannya di P. Jawa
tepatnya daerah Kudus. Setibanya di tempat tsb beliau disambut oleh
masyarakat Kudus, dan selanjutnya mereka beramai-ramai mendirikan
pesantren dan tempat tinggal (rumah) bagi Syekh Haji Abdul Ghorib.
Berkat
hasil gotong royong masyarakat, maka terwujudlah suatu pesantren yang
megah dan banyak dikunjungi oleh santri dari tiap-tiap daerah dengan
maksud untuk melakukan tolabul ilmi.
Setelah berhasil mendirikan
pesantren, tak lama kemudian beliau oleh orang tuanya dinikahkan kepada
gadis pilihannya yg bernama Rd. Ajeng Ayu Sutri (masih keturunan
keraton) yang benar-benar taat dan patuh terhadap ajaran Agama Islam.
Pada
saat keemasannya mengembangkan ajaran Agama Islam, dan
santri-santrinya pun banyak yg terdiri dari santri anak-anak, remaja,
dewasa atau orang tua baik laki-laki maupun perempuan, maka meletuslah
suatu peperangan dengan Kompeni Belanda (VOC) terhadap penduduk asli
terutama terhadap pemuka-pemuka Agama Islam. Terjadinya peperangan tsb
semakin hari semakin meluas kesetiap penjuru pulau Jawa termasuk ke
Pulau Madura.
Syekh Haji Abdul Ghorib dgn menggunakan taktik
gerilya bersama para santrinya dan masyarakat setempat ikut serta dlm
peperangan untuk menumpas penjajah Belanda. Namun karena kekuatan
pasukan Belanda yg terus bertambah (tidak seimbang dgn pasukan dari
pribumi) dan persenjataannya semakin lengkap menyebabkan rakyat dgn
pasukan gerilyanya mengalami kewalahan dan terdesak oleh kekuatan
angkatan perang Belanda.
Untuk menghindari dari serangan Belanda
akhirnya memilih mundur / meloloskan diri dengan maksud lebih baik
mundur daripada harus tunduk dan mengabdi terhadap Belanda.
F. Hijrah Ke Jawa Barat.
Syekh
Haji Abdul Ghorib bersama keluarga dan beberapa pengikutnya serta
seorang ajengan yang bernama Nursiban berhasil meloloskan diri dan
hijrah ke Jawa Barat dengan maksud untuk mendapatkan suatu perlindungan
sambil menyusun kembali kekuatan dalam rangka mengembangkan ajaran
Agama Islam.
Sebelum berangkat menuju daerah Jawa Barat, Syekh
Haji Abd.Ghorib sempat berziarah ke Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim
di Gresik dekat Surabaya. Setelah selesai berziarah di makam tersebut
kemudian berangkat menuju Jawa Barat tepatnya ke Cirebon dengan
mengambil jalan pinggir pesisir pantai utara Pulau Jawa.
Di
Cirebon beliau mendatangi pembesar-pembesar / pemuka-pemuka Agama Islam
dengan maksud silaturahmi dan minta pendapat untuk menyusun pasukan
dan mengembangkan kembali ajaran Agama Islam dan di daerah ini pula
beliau sempat berziarah ke Makam Wali Sunan Gunung Jati.
Selesai
dari Cirebon, selanjutnya beliau berangkat menuju Banten dgn tujuan
mendatangi para pembesar /pemuka Agama dan para Ulama Islam. Di Banten
ini beliau sempat berziarah ke Makam Syekh Sultan Hasanudin.
Setelah
dari Banten beliau menuju Bogor, dan bersama rombongannya sempat
meninjau tempat Prasasti batu tulis dan berziarah ke tempat kerajaan
Tarumanegara (Kerajaan Peninggalan Purbakala Zaman Raja Purnawarman)
sambil mengadakan Silaturahmi dengan para ulama di daerah tersebut.
Dari
tiga daerah tersebut yaitu Cirebon,Banten dan Bogor, beliau mendapat
petunjuk untuk terus melakukan perjalanan menuju daerah Sumedang sebelah
Timur dan ke sebelah Selatan daerah Tasikmalaya.
Sesampainya
di daerah Sumedang, beliau berserta rombongannya di sambut baik oleh
masyarakat dan para alim ulama setempat, malah dari pihak pemerintah
setempat beliau di berikan seorang pejabat dari kejaksaan (Raden
Paranakusumah) yang bertugas untuk menemaninya selama melakukan
perjalanan ke daerah lain / sampai ke tempat yang dituju. Lalu beliau
beserta rombongannya menuju daerah Tasikmalaya.
G . Mendirikan Pesantren Di Tasikmalaya
Setibanya
di Tasikmalaya Syekh Haji Abdul Ghorib dgn rombongannya mendatangi /
silaturahmi ke saudaranya yaitu, Syekh Haji Abdul Muhyi di Pamijahan.
Dengan mohon do’a restu-Nya untuk bermukim di suatu daerah yang telah di
tentukan. Tepatnya di sebuah kampung yang terletak di suatu daerah
yang di kelilingi bukit-bukit, kemudian beliau bermukim dan mendirikan
sebuah pesantren (+ tahun 1708 M / 1129 H). Beliau mendirikan pesantren
pada usia 53 tahun.
Syekh Haji Abdul Ghorib menetap didaerah
tersebut (Kampung Pesantren) selama kurang lebih 37 tahun, nama Kampung
Pesantren sendiri awalnya yaitu karena ramainya kampung tersebut banyak
didatangi oleh mereka yang ingin mencari ilmu tentang ajaran Agama
Islam (Mesantren), juga dipenuhinya para santri yg datang dari daerah
sekitarnya maupun dari daerah jauh.
Nama Kampung Pesantren pd wkt
itu tercantum di dalam atlas terutama sekali di dlm kar (atlas
lapangan) yang biasa di pakai oleh anggota militer dan Kampung Pesantren
termasuk pada wilayah kekuasaan Kewedanaan Cicariang Kolot (Sekarang
bernama Kampung Muncang) dan yg menjadi wedananya bernama Raden
Surawijaya.
Pada usia 90 tahun (1745 M / 1165 H ) Syekh Hajui
Abdul Ghorib meninggal dunia dan jasadnya di makamkan di sebuah gunung
Kampung Pesantren yang sekarang nama atau sebutan kampung tersebut yaitu
Kampung Cibeas.
Setelah beliau wafat, makamnya banyak
dikunjungi oleh para peziarah yang berasal dari daerah atau luar kota
Tasikmalaya, bahkan luar Provinsi Jawa Barat, seperti daerah Jawa
Tengah ataupun Jawa Timur. (Sekarang dari luar P. Jawa pun pada datang)
Pada
bulan Nopember 1946, Presiden RI pertama Ir. Soekarno bersama tamu
dari India (PM. Nehru) dan beberapa pejabat Negara pernah berkunjung ke
Kampung Cibeas (dalam rangka meninjau kemajuan daerah dan kemajuan
pesantren)
Dalam kesempatan itu beliau berziarah ke Makam Syekh
H. Abdul Ghorib dan di daerah Kampung Cibeas Presiden mendapatkan Azimat
Pusaka peninggalan Syekh Haji Abdul Ghorib berupa keris pusaka dari
rumah kuncen Haji Abdurrohman yang istrinya bernama Ny. Hajjah Jubaedah .
H. Penggantian Nama Kampung Pesantren
Setelahnya
Syekh Haji Abdul Ghorib meninggal dunia para orang tua pada waktu itu
mengadakan musyawarah dan penelitian. Kesimpulan dari hasil musyawarah
tersebut, Kampung Pesantren dirubah namanya menjadi Kampung Cibeas. Hal
ini dikarenakan didekat bekas pesantren tersebut ada satu sumur tempat
mandi dan cuci beras (ngisikan atau ngumbah beas dalam bahasa Sunda)
bekas Syekh Haji Abdul Ghorib dan istrinya. Sumur tersebut samapai
sekarang masih terus dipergunakan oleh masyarakat setempat.
Dipinggir
Kampung Cibeas menurut cerita para orang tua dahulu ada sebuah kali
(Sungai), di kali tersebut terdapat sebuah leuwi (pusaran air yang
dalam) yang mengeluarkan air berwarna putih seperti air cucuran beras.
Kali yang ada di daerah tersebut sampai sekarang terkenal dengan sebutan
Kali Cibeas, airnya mengalir ke Kali Cibangbay dan terus mengalir ke
kali Ciwulan berakhir di Laut Hindia sebelah selatan dari kota
Tasikmalaya.
yang ke alamat mau ke kawalu itu ya
ReplyDeleteka,apakah makom syech abdul ghorib yg berada di kampung jalupang kec cangkuang kab.bdg juga itu makom petilasan beliau, karena menurut cerita warga, itu adalah petilasan/bukan makom asli.ketika baca artikel tsb,banyak kesamaan cerita.makasih
ReplyDeleteka,apakah makom syech abdul ghorib yg berada di kampung jalupang kec cangkuang kab.bdg juga itu makom petilasan beliau, karena menurut cerita warga, itu adalah petilasan/bukan makom asli.ketika baca artikel tsb,banyak kesamaan cerita.makasih
ReplyDelete