Makam Syekh Quro
Nama lain Syekh Quro adalah Syekh
Qurotul`ain, Syekh Mursyahadatillah atau Syekh Hasanuddin. Ia
dipanggil Syekh Quro karena ia ahli ngaji atau qira`at yang sangat
merdu. Tidak diketahui mengapa ia dipanggil Syekh Qurotul`ain atau
Syekh Mursyahadatillah. Sedangkan nama Syekh Hasanuddin diyakini
sebagai nama aslinya.
Syekh
Quro adalah putra dari salah seorang ulama besar di Makkah, yaitu
Syekh Yusuf Siddik yang menyebarkan agama Islam di Campa. Syekh Yusuf
Siddik masih keturunan Sayidina Husain bin Sayyidina Ali Karamallaahu wajhah.
Tidak diketahui dengan pasti tentang riwayat masa kecil dari Syekh
Quro. Sumber tertulis hanya menjelaskan bahwa pada tahun 1409 masehi,
setelah berdakwah di Campa dan Malaka, Syekh Quro
mengadakan kunjungan ke daerah Martasinga Pasambangan dan Japura hingga
akhirnya sampai ke pelabuhan Muara Jati, Cirebon. Kedatangan Syekh Quro
disambut dengan baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajan Jati
yang masih keturunan dari Prabu Wastu Kencana. Demikian juga masyarakat
di daerah tersebut yang sangat tertartik oleh sifat, sikap dan ajaran
yang disampaikan oleh Syekh Quro, sehingga mereka banyak yang menyatakan
memeluk agama Islam.
Kegiatan
dakwah yang dilakukan Syekh Quro ini ternyata sangat mencemaskan Raja
Pajajaran yang ketika itu dijabat oleh Prabu Anggalarang. Syekh Quro
diminta oleh Raja Pajajaran ini untuk menghentikan kegiatan dakwahnya.
Permintaan ini dipatuhi oleh Syekh Quro. Tidak lama kemudian, Syekh Quro
mohon pamit, dan Ki Gedeng Tapa sendiri merasa prihatin atas peristiwa
yang menimpa ulama ulama basar itu. Sebab, ia pun ingin
menambah pengetahuannya tentang agama Islam, karenanya ketika Syekh Quro
kembali ke Campa, putrinya yang bernama Nyi Mas Subang Larang,
dititipkan ke Syekh Quro untuk didik agama Islam di Campa.
Beberapa
tahun kemudian, Syekh Quro kembali ke wilayah Pajajaran. Ia kembali
bersama pengiringnya menumpang kapal yang dipimpin Laksamana Cheng Ho
dalam perjalanannya menuju Majapahit. Dalam pelayarannya itu, armada
Cheng Ho tiba di Pura Karawang, Syekh Hasanuddin beserta para
penggiringnya turun di Karawang. Di antara anggota
pengiringnya tersebut adalah Nyi Mas Subang Larang, Syekh Abdul Rahman,
Syekh Maulana Madzkur dan Syekh Abdillah Dargom alias Darugem alias
Bentong bin Jabir Mudofah. Karena perilaku yang simpatik, pada tahun
1418, Syekh Quro dan pengiringnya diberikan izin oleh aparat setempat
untuk mendirikan Musholla sebagai sarana ibadah sekaligus tempat
tinggal, yang menjadi pondok pesantren di pertama di Karawang bahkan
mungkin di Indonesia. Musholla ini juga menjadi cikal bakal Masjid Agung Karawang sekarang ini.
Berita
kedatangan dan kegiatan Syekh Quro di Karawang terdengar oleh Prabu
Anggalarang yang kemudian mengutus utusannya menutup pesantren Syekh
Quro. Utusan yang datang itu dipimpin oleh putra mahkota yang bernama
Raden Pamanah Rasa. Sesampainya di pesantren Syekh Quro, Raden Pamanah
Rasa tertarik oleh alunan suara merdu pembacaan ayat-ayat suci
Al-Qur`an yang dikumandangankan oleh Nyi Mas Subang Larang sehingga ia
mengurungkan niatnya untuk menutup Pesantren Syekh Quro. Selain
itu, Raden Pamanah Rasa jatuh hati kepada Nyi Mas Subang Larang.
Akhirnya, keduanya menikah setelah Raden Pamanah Rasa masuk Islam. Dari
pernikahan ini mereka mendapatkan tiga orang putra-putri, yaitu Raden
Walangsungsang, Nyi Mas Rara Santang, dan Raja Sangara. Raja
Sangara terkenal dengan nama Prabu Kian Santang (Sunan Rohmat)
penyebar agama Islam di tanah Sunda. Bahkan menurut Ridwan Saidi, Kian
Santang juga penyebar agama Islam di tanah Betawi, khususnya di daerah
Karawang.
Menjelang
akhir hayatnya, Syekh Quro melakukan ujlah atau menyepi diri dari
pesantrennya ke salah satu Dusun Pulobata, Desa Pulokalapa yang sekarang
masuk ke dalam wilayah kecamatan Lemahabang yang masih berada di
wilayah Karawang. Ada keterangan yang menarik mengenai letak kuburan
Syekh Quro. Menurut pengakuan salah satu imam Masjid Agung Karawang.
Syekh Quro wafat dan dikuburkan persis di depan Masjid Agung Karawang
kini yang kini ditutupi oleh tembok. Hal ini dilakukan agar orang tidak
ramai menziarahi kuburannya dan mengkultuskannya. Namun, di buku Ikhthisar Sejarah Singkat Syekh Qurotul`ain dikatakan bahwa makam Syekh Quro berada di Pulobata sehingga banyak orang yang datang menziarahinya untuk berbagai keperluan. Dari pengakuan E. Sutisna (keturunan dari Raden Somaredja yang menemukan malam tersebut) makam
Syekh Quro yang berada di Pulobata adalah ”maqam” atau petilasan,
bukan kuburannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang berada di Masjid
Agung Karawang adalah kuburan dari Syekh Quro, bukan yang berada di
Pulobata.
Semoga bermanfaat !!!
BOLAVITA Adalah Agen Judi Online Indonesia yang berdiri sejak 2013. Menjadi salah satu Situs Judi Online Terpercaya di Indonesia yang menyediakan berbagai jenis permainan yang sangat lengkap dan sudah di akui banyak kalangan pecinta judi online Di Indonesia.
ReplyDeleteTersedia :
» Judi Bola Online / Sportsbook
» Sabung Ayam ( Wala / Meron )
» Casino Live ( Player / Banker )
» Slot online ( Mesin Jackpot )
» Togel Online ( Toto Online )
» Bola Tangkas ( Tangkasnet / 88Tangkas )
» Tembak Ikan ( Fishing Hunter )
» Poker Online
» Domino
» Dan Masih Banyak Lainnya.
Promo :
★ Bonus Deposit Pertama 10%
★ Bonus Deposit Setiap Hari 5%
★ Bonus Cashback Mingguan 5% - 10%
★ Bonus Referral 7% + 2%
★ Bonus Rollingan 0,5% + 0,7%
★ Bonus 100% Win Beruntun 8x, 9x, 10x
Menerima :
• Daftar Judi Online Deposit Ovo
• Daftar Judi Online Deposit Gopay
• Daftar Judi Online Deposit Dana
• Daftar Judi Online Deposit Linkaja
• Daftar Judi Online Deposit Pulsa
• Daftar Judi Online Deposit Bank
Link Pendaftaran »»»» https://bit.ly/3b2Tnq7
Kontak WhatsApp »»»» Klik Link : https://bit.ly/aktif24jam
Link Layanan Live Chat (24 Jam Online) »»»» https://bit.ly/2VD8fER